Kemerdekaan di Tengah Jeritan Rakyat


Oleh : Fauzan Hakim S.Ag

Bangsa Indonesia besok  akan memperingati Hari Ulang Tahun ke-79 kemerdekaan, 17 Agustus 2024. Sebagai bangsa yang besar dan menghormati jasa para pahlawan, masyarakat Indonesia memperingati hari kemerdekaan dengan penuh sukacita, semangat, dan semarak, dengan cara menggelar upacara dan berbagai perlombaan.

Suka cita  dan eforia kegembiraan dalam perayaan kemerdekaan merupakan salah satu apresiasi yang menunjukkan bahwa kita semua sungguh bahagia hidup di alam yang merdeka. Hidup aman dari gangguan musuh bangsa dan negara.

Namun suka cita dan uforia kegembiraan itu telah dibatalkan oleh realitas atau kondisi  semu penuh dengan tipu daya, Keidakadilan, kemiskinan, serta kebodohan ditengah kehidupan sosial kita hari ini.

Melihat kondisi ini, rasanya berat untuk mengucapkan kata Merdeka. Oleh karena itu tulisan singkat ini mencoba menjawab apa sesungguhnya arti sebuah kemerdekaan, apakah benar kita sudah merdeka? Berikut penjelasannya.

Kata "merdeka" diserap dari bahasa Sansekerta "maharddhika", yang artinya kekayaan, kemakmuran, dan kekuasaan. Dalam bahasa Indonesia, merdeka memiliki 3 makna yaitu bebas dari belenggu ataupun penjajahan, tidak terkena, atau lepas dari berbagai tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung pada pihak atau orang tertentu.

Menurut filsuf, merdeka adalah kesetaraan sebagai manusia, di mana tidak ada manusia yang merasa lebih tinggi lalu kemudian merendahkan sesama.

Dari definisi tersebut disimpulkan bahwa manusia yang merdeka ialah dimana saat mereka hidup bahagia, sejahtera lahir batihin, bebas dari segala belenggu, aturan atau kekuasaan dari pihak manapun.

Poin penting dari pengertian kata merdeka adalah kesejahteraan dan keadilan, kesetaraan, kebebasan, dalam kehidupan yang dijamin oleh Negara. Dari pengertian itu, hampir tidak kita temukan makna perayaan hari ulang tahun kemerdekaan yang sesungguhnya. 

Hari ini yang terjadi justru ketimpangan sosial (disparitas), keadilan sulit ditemukan, korupsi semakin menggila. Dampaknya , dimana yang kaya bertambah kaya yang miskin bertambah menderita. Para elit dan penguasanya masih hidup bermewah-mewahan dengan harta hingga tahta, makan enak, tidur enak bahkan kekenyangan, sementara rakyat miskin tidur dengan kondisi perut lapar.

Bukti lain Indonesia belum merdeka, dapat dirasakan dari realitas kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang semakin memburuk. 
Rakyat masih bergelimang dalam kemiskinan dan penderitaan yang teramat menyakitkan. Lihatlah kondisi real ditengah kehidupan sosial kita. Kenaikan harga bahan pokok yang semakin menggila, kesehatan yang mahal, antrian kendaraan pengisian BBM yang mengular,  hutang Negara munggunung, upah pekerja yang tak cukup memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

Lalu, PHK dibeberapa perusahan sehingga berdampak pada meningkatnya jumlah angka pengangguran, meningkatnya jumlah anak-anak yang mengalami putus sekolah, karena mahalnya biaya pendidikan, dimana orang tuanya tidak mampu menanggung biaya sekolah, baju seragam dan membeli buku, sampai ada istilah ‘Orang Miskin Dilarang Sekolah’ sebagai sindiran betapa mahalnya harga pendidikan di negeri ini.

Sebagai dampak kenaikan harga dan mahalnya biaya pendidikan, maka yang terjadi adalah kemiskinan dan kebodohan. Hingga ada istilah "kemiskinan sengaja dipelihara guna melanggengkan kekuasaan."Lalu, dengan mahalnya biaya pendidikan, maka yang terjadi adalah kebodohan. Sebab, hanya orang miskin dan orang bodohlah yang bisa disogok dan ditipu.

Ada ungkapan, Bangsa yang besar dan kuat adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, Untuk mengisi hakekat kemerdekaan maka yang perlu dilakukan adalah mengenang para pahlawan. Namun untuk saat ini, ungkapan itu nampaknya hanya sebatas slogan atau boleh dibilang omon -omon. Mengapa? Sebab, jika ungkapan ini ditanyakan ke para leluhur kita yang sudah di alam  barzah sana, bisa dipastikan mereka akan mengatakan pada para pemimpin di negeri ini," "kami tidak butuh dikenang, tapi yang kami inginkan adalah keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat. Dan jangan jadi penghianat."

Dan bagi sangsaka merah putih yang selalu berkibar diketinggian tiang bendera,  andai ia bisa bicara, mungkin ia akan berteriak dengan lancang, “Turunkan saja aku dari puncak ketinggian ini, karena percuma saja aku berkibar dengan gagah, akan tetapi merah dan putihku tidak pernah lagi engkau anggap ada."

Menutup tulisan singkat ini saya ingin menyampaikan, bahwa upacara hari kemerdekaan 17 Agustus disertai lomba yang diselenggarakan panitia dengan berpayah-payah itu, tidak lebih dari sekedar rutinitas atau ceremonial dan lucu-lucuan  atau hiburan sesaat untuk melupakan beban hidup yang berat.  Setelah lomba selesai, rakyatpun dihadapkan lagi pada masalah hidup yang menghimpit.

Jadi, Indonesia memang sudah merdeka secara de jure dan de facto, namun, dari  dari segi pemikiran,  ekonomi dan lain sebagainya, sungguh negeri ini  belum merdeka..!( * )

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama